Jumat, 03 Februari 2012


10 HARI LAGI AKU NIKAH
Sepuluh hari lagi aku akan menikah, menikah sama cowok yang belum aku kenal yang bernama Arbiansyah. Anak  teman Ayah waktu SMA dulu, mereka pernah berjanji kalau punya anak laki –laki dan perempuan akan berbesanan.Omong kosong! semuanya cerita lama.
Aku udah berusaha   dengan seribu alasan menolak  rencana pernikahan ini.  Dari Alasan aku belum mau married sampai alasan tunggu  sampai  aku wisuda aja nggak  diterima. Alasan  aku selesaikan  skripsi dulu  juga di tolak. Ayah tetap dengan janjinya dengan keluarga firmansyah untuk jadi besannya.  Ayah  ingin  awal bulan besok kami menikah . Dan awal bulan itu sepuluh hari lagi.
Dan aku yakin Abi pun sama denganku menolak perjodohan ini buktinya saat kami bertemu, dia hanya  bersalaman dan menyebutkan nama saja. setelah itu kami tak pernah lagi bertemu padahal udah hampir seminggu dari kami dipertemukan.  Telpon atau  sms sekedar menanyakan kabar, tidak ada . Pertama kali bertemu sikapnya kaku dan dingin  kayak es
Yang aku tau Abi menyetujui pernikahan ini karena dia ingin melanjutkan S3 nya di Ausi. Dan mamanya nggak ingin Abi punya pacar bule. Ah merananya aku baru nikah udah ditinggal pergi
Sekarang keluargaku dan keluarga Abi yang sibuk ngurusin semua perlengkapan pernikahan dari pesan undangan sampai pesan catering dan gedung.
Sementara aku sibuk sendiri dengan skipsiku yang harus segera selesai  bulan depan. Dan Aku tak tau apa yang sedang Abi sibukkan.
Tiba – tiba pintu di ketuk dari luar, Kak Gilang  melongok dari balik pintu.“Kata Bunda undangan udah selesai , catat siapa temanmu  yang mau di undang.” Katanya sambil nyenyir.
“ Aku nggak ngundang siapapun.” Jawabku ketus.
“ kok gitu.” Kak Gilang pura – pura kaget padahal dia tau kalo aku ogah ngundang teman – temanku.
“ Aku nggak mau semua temanku tau kalo aku akan nikah.”
“ ya. terserah kamu lah”
Kak Gilang keluar kamar nggak banyak komentar karena dia tau betapa gencarnya aku menolak perjodohan ini.
Tiba – tiba bunda dah nongol di balik pintu.
“Cha, ini undangannya udah jadi.” Bunda menyodorkan undangannya pada ku. Aku pura – pura nggak dengar.
“ Kata kak Gilang kamu nggak mau ngundang teman – temanmu, kenapa?”
 Aku diam , nggak menjawab.
“ Pernikahan itu sipatnya sakral loh , Cha. Orang lain harus tau kalo kamu mau nikah , kalo tidak, bisa – bisa menjadi fitnah.” Bunda mulai membuka cerahmahnya lagi soal pernikahan.
“Tapi Icha malu Bun! Teman kuliah Icha belum ada yang nikah.” Aku merubah posisi dudukku.” Apalagi nikahnya pake acara di jodohin segala.”
“Perjodohan itu bukan sesuatu yang memalukan, karena  salah satu kewajiban orang tua, untuk mencarikan pasangan hidup anaknya.”
“Ah.. Bunda, ada aja alasannya.” Ujarku nggak percaya, itu hanya alasan Bunda aja untuk meyakinkan aku.
“ Loh, iya. Bunda pernah baca di buku.” Kata bunda lagi
“ Nggak tau ah, Bun! Pusing.” Aku beranjak keluar kamar.
“ Biar Bunda aja yah, yang undang teman – temanmu.” Teriak Bunda dari kamar.
Wah bahaya nih, kalo Bunda yang tulis undangannya bisa – bisa semua teman kampus Bunda undang.
“ Jangan Bun, biar nanti Icha aja yang tulis untuk teman – teman Icha.” Teriakku  lari kembali kekamar. Lalu kerebut undangan dari tangan Bunda.
“Dan itu tugas kamu dan Abi untuk mengantar undangan – undangan itu.” Kata Bunda sambil melengos keluar.
“ Apa” kataku kaget. “ Bundaaaaaaaa” teriakku.

Hari Ini tugasku dimulai untuk mengantar undangan. Dalam hati aku benar – benar enggan  untuk melakukan ini. Tapi bunda mengancam kalo aku ga mau Bunda mau mengundang semua temen kampus. Aku ga mau dong julukanku sebagai jomblo sejati pupus.Apa lagi mengantarnya harus bare Abi. Lihat mukanya aja aku udah enggan. Kaku.
Suara klakson  avanza Abi terdengar dari halaman parkir. Abi sudah menunggu dari setengah jam yang lalu. Sebenarnya aku sengaja mengulur waktu, sekalian ngerjain patung jendral Sudirman Itu julukan ku buat si kaku dan si dingin Abi.
Suara klakson terdengar lagi. “ Iya tunggu bentar lagi.” Teriakku dari jendela kamar yang berada di lantai atas. Aku cepat berlari turun menghampiri Abi.
“Gak sabaran banget sih.” Kataku ketus.
“ Kamu yang kelamaan” jawabnya dingin.”Waktu sangat berharga bagiku walaupun hanya satu menit.” Lanjutnya.
Mendengar ucapanya, Iiiiiih,  Pengen rasanya menjitak kepala tuh orang. Belagu banget.
“Mana kunci motormu” Tanya Abi.
Ditanya gitu aku sedikit kaget.” Buat apa?”
“Kita nganternya pake motor aja biar cepet.” Katanya tanpa ekspresi.
“Baiklah” aku mengeluarkan kunci motor Mio ku dari dalam tas.
Eh, tunggu kalo naik motor berarti aku harus deket – deket sama dia dong. Ih ogah, kataku dalam hati.
Klakson motor mengagetkanku.”Bukannya  cepet naik malah melamun” kata Abi ketus.
“ sabar sedikit kenapa sih!”
Aku naik ke motor di belakang Abi. Ku letakkan tas di tengah – tengah sebagai penghalang.  Abi mulai menjalankan motor mioku.
“ Kita mulai dari yang terdekat.” Kata Abi suaranya terbawa angin.
“Iya.”
Setelah itu selama dalam perjalanan kami sama – sama diam. Sesekali Dia Hanya bertanya soal arah  tempat teman – teman mama tinggal, selebihnya abi menuju kerumah teman- teman Arbi.
Dalam hati aku berpikir, Aneh, aku yang mau nikah , aku juga yang harus repot nganter undangan. Biasanya kan Orang lain.


        “Cepet keluar, Abi nunggu tuh” kata Bunda sambil menarik tanganku.
“ Mo apa lagi? kan undangan udah selesai” ujarku sambil melepaskan tanganku.
“Hari ini kamu harus ke butik langganan mama untuk nyoba baju pengantin kamu.”
“Apa?”  Aku kaget.” Aduh Bunda kenapa ga bilang dari kemarin, hari ini aku mau ke perpustakaan daerah nyari buku buat bahan skripsi.” Kataku kesal.
“ itu bisa nanti pulang dari butik.”
“Tapi Bunda… ini hari sabtu, Perpustakaannya buka hanya setengah hari.”
“Kalo gitu ke perpus dulu baru ke butik.” Ujar Bunda.
“Kenapa ga besok aja sih.”
“Ga bisa, waktunya tinggal 6 hari lagi.” Kata Bunda sambil menarik tanganku.
Ya Allah sudah berlalu 4 hari. Sialnya  lagi hari ini aku harus bersama patung sudirman lagi seharian. Mimpi apa aku semalam.
Kulihat Abi sedang membaca Koran di teras depan. Aku berdiri dihadapan di dengan perasaan kesal. Melihat aku ada di hadapanya di menutup Koran yang dibacanya.
 “Udah Siap?” Tanya dia dengan expresi seperti biasa.
Tanpa menjawab pertanyaannya aku masuk ke dalam mobil avanza dia. Abi pamit sama Bunda lalu masuk kedalam mobil dan duduk di belakang setir. Dan keluar dari halaman  rumah ku.
 Di perjalannan aku hanya pasang muka cemberut.
“Aku ga mau menikahhhhh” teriakKu tiba – tiba . Abi kaget dengan Teriakkanku.
“ Hidup ku terasa kacau gara – gara pernikahan ini.”kataku lagi “semua aktifitasku jadi berantakan. Semua teman – temanku menjauh, skripsiku belum selesai semua karena pernikahan ini. Aku gak mau menikah.”
Arbi Hanya diam mendengar aku hanya marah – marah seperti itu. Sepertinya dia kaget juga. Mungkin dia tidak menduga aku akan ngamuk – ngamuk seperti ini.
“ Ditambah lagi aku harus deket – deket sama kamu, yang selalu ketus, selalu bersikap dingin dan kaku.  Kenapa sih kita gak membuang undangan – undangan itu kemarin, biar pernikahan ini batal.”lanjut ku menatap kearah Abi. Tiba – tiba Air mataku menetes, aku nangis.
Aku menutup wajahku dengan telapak tangan, tapi air mata ini terus mengalir dari mataku. Abi hanya diam saja melihatku seperti itu.
Tiba – tiba dia mengentikan mobilnya.
“ Ok….., kamu mau pernikahan ini batal?” Tanya Abi. “Kalo gitu tenangkan dulu perasaan kamu, baru nanti kita bicara.” Lanjutnya. Dia mengambil air mineral yang ada di jok belakang dan menyodorkan padaku.
Tapi aku hanya diam saja. Sambil terus menangis. Lalu Abi pun ikut diam .Mungkin Dia bingung apa yang harus dilakukannya melihatku menangis.
Tangisku mulai mereda, Abi menyodorkan tissue. Aku menyusut semua sisa tangisku. Ku  lihat jam di pergelangan tanganku.
“Antar aku ke perputakaan Daerah.” Kataku.
“Baiklah. Tapi kamu harus minum dulu, agar perasaanmu lebih tenang.”Kata abi Sambil mencoba menyodorkan air mineral lagi padaku.
Ya Tuhan, kenapa suara abi berubah, tidak ketus seperti biasanya, suaranya sedikit lembut. Apa dia merasa bersalah. Apa yang sudah aku lakukan tadi.
Melihatku sudah tenang abi melanjutkan mobilnya menuju perpustakaan daerah.




Sudah dua hari sejak kejadian aku nangis di mobil aku gak melihat Abi datang kerumah. Mungkin dia sakit hati dengan kata- kataku waktu itu.
Yang terniang kata – kata  dia sebelum pulang setelah mengantar aku dari  perpus. “ Maapkan aku jika aku tidak bersikap baik kepadamu selama 4 hari ini.”
Ya Tuhan aku telah menyinggung perasaannya waktu aku menangis.
Ada perasaan menyesal dalam lubuk hatiku. Tapi aku tak berani bertanya kepada Bunda mengenai dia. Aku takut Bunda Sudah tau kejadian dua hari yang lalu. Karena ku lihat sikap Bunda pun sedikit berubah.
Kalo aku mau jujur sebenarnya dia sangat baik, mau menolongku mencarikan buku di perpus, mau pengantarku ketemu dosen pembimbing saat pulang mengantar undangan, dan mau membantuku membuatkan skripsi.  Sikap kakunya itu  mungkin sudah jadi watak dia. Justru aku yang selalu marah – marah sama dia.
Ku hampiri Bunda dan Kak Gilang yang sedang menonton TV.  Mereka sepertinya sedang serius menonton. Tak menghiraukan aku yang hadir diantara mereka. Tapi sepertinya Bunda sedang melamun.
“Bun…”aku duduk di sampinya. Tapi sepertinya Bunda tak menyadari kehadiranku. “ Bunda…” panggilku sekali lagi.
“ Iya Cha…” suara bunda kaget” Ada apa?”
“Abi kemana? Dua hari ini dia tidak datang?”
“Bunda ga tau” jawab bunda ada rasa sedih di balik jawabanya.
“Dia janji mau ke butik nyoba baju pengantin.” Lanjutku. “ waktu itu tidak jadi karena dia nganter Icha ke perpus”
Bunda tidak menjawab lalu beranjak pergi. Aku hanya terheran – heran tak mengerti.
“ Kak Gilang, Kenapa dengan Bunda?”
“Bunda sedih karena Abi pergi …”jawab Kak Gilang.
“ Kemana?” tanyaku
“Ga ad yang tau.”
“Apa!” aku seperti tersambar petir mendengar jawaban Kak Gilang.
Kenapa Abi pergi? Apa dia benar – benar tersinggung dengan perkataan aku waktu itu. Ada perasaan sakit mendengarnya. Aku lari kekamar dan menangis.


Hari ini aku mau ketemu dosen pembimbingku di rumahnya. Aku harus sendirian,  Rere nggak bisa mengantar aku karena  dia sama harus ketemu dosen.  Kalo ada abi mungkin dia mau mengantar. Tapi dia entah dimana padahal acara pernikahan tinggal 3 hari lagi.
Dua jam menunggu  baru bisa ketemu dosen pembimbingku karena dia baru pulang dari luar kota.
Setelah selesai berbincang – bincang beliau menjelaskan apa yang seharusnya aku kerjakan. Aku pamit pulang.
Setengah 6 sore aku pamit pulang dari rumah dosen
 kayaknya sore ini akan hujan. kulihat awan hitam bergelayut di atas kepala ku. Angin berhembus sangat kencang. Tiba- tiba kilatan petir menyambar di depan ku diikuti suara ledakan Guntur.
Membuat ku bergidik takut. Ku percepat langkah ku menuju jalan raya karena dari rumah dosenku ke jalan kira – kira ada 100 m.
Ya Allah. Kilatan petir terus berkelabat di depan ku, dan akhirnya hujan turun dengan derasnya.
Aku berteduh di  depan toko makanan sekalian cari makanan ringan untuk isi perut yang belum di isi dari tadi siang.
Dering hpku berbunyi . Bunda yang telpon, pasti kawatir banget karena aku belum pulang. Apalagi hujan deras gini. Kebetulan aku mau minta di jemput aja sama mang ujang.
“Halo Bunda, aku ……” tiba tiba hpku mati batrenya lemah.
Ya Allah gimana nih hari mulai gelap, udah  satu jam aku berteduh di sini, hujan belum juga berhenti . mana nggak ada taxi ataupun angkot yang lewat.
Pemiliki toko beberapa kali menawarkan aku untuk tunggu di dalam, tapi aku menolak.
Aku celingukan , mencoba mencari taxi atau angkot dari balik hujan deras tapi tak kunjung ada yang lewat.
Aku mulai cemas gimana nih kalo hujannya gak berhenti. Saat celingukan gitu sekilas aku melihat counter pulsa di seberang jalan.
Siapa tau aku boleh meminjam cargernya.
Tanpa pikir panjang aku pamit sama yang punya toko dan lari menembus hujan, menyebrang jalan menuju counter pulsa.
Yang punya counter menyambutku dengan senyum, mungkin dia pikir aku akan beli pulsa.
“Mbak boleh minta tolong gak?” kataku dengan hati – hati.
“ Iya kenapa neng?”  jawab pemilik counter itu ramah.
“ Saya mau pinjam cargernya mbak. Mau telepon kerumah tapi hpnya robet.”
Setelah terisi penuh, ku hidupkan HP ku. Dan kuberikan uang  lima ribu pada pemilik counter.
Kulihat di layar hpku panggilan tak terjawab 3kali dari Abi.
Hah, Arbi. Ku pencet  no Hp Abi.
Terdengar suara nada tunggu 
“ Halo … Icha yah?” terdengar suara Abi di sebarang sana.”  Icha kamu dimana .”
“ A….bi,…..” Aku sepertinya kikuk nih. Kenapa jantungku jadi deg –degan gini.
“ Cha, kamu ada dimana kok belum pulang.” Tanya Abi lagi.
Kok Abi tau kalo aku belum pulang”  masih di jalan, Bi. nunggu angkot. Mana hujah gede  lagi.”
“ Iya tapi kamu ada dimana.”
Ku sebutkan posisiku ada dimana
  yah udah tunggu aku lima belas menit lagi yah.” Kata Abi.
Hah, lima belas menit lagi. Emang dia ada dimana, Pikirku. Kalo dia ada dirumahnya nggak mungkin dalam waktu lima belas menit dia sampai disini.
Abi menutup teleponnya.
Tiba - tiba Bunda telpon suaranya benar- benar cemas, anak gadisnya belum pulang, mana 3 hari  lagi mau nikah. Papa juga telepon, kak  Gilang, temen kampus yang mungkin di hubungi Bunda, selama nunggu Abi ada mungkin tujuh orang yang nelpon. Mereka bisa tenang, karena aku bilang aku di jemput Abi.
Sebuah mobil avanza berhenti tepat di depan counter hp tempat aku berteduh. Seseorang keluar dari dalam mobil sambil membawa payung
Ternyata Abi dia berjalan ke arahku. Ya tuhan jantungku berdebar – debar. Ada apa nih? Ada perasaaan senang begitu aku melihatnya.
Dia tersenyum. Manis juga senyumnya. Belum pernah aku melihatnya tersenyum.
“ Cha, nggak kelamaan kan nunggunya?” sapa Abi “yu, pulang semua cemas nunggu kamu.” Abi mengemgam tanganku. Jantungku semakin berdebar kencang.
Aku pamit sama yang punya counter, lalu masuk ke mobil Abi.
Aku mencoba menenangkan perasaan aku yang tak menentu. Takut ketauan Abi kalo aku benar- benar merindukan dan mencemaskannya selama 4 hari ini.
Dalam hati aku  masih penasaran. Dalam lima belas menit kok Abi dah nongol didepanku.
Aku beranikan diri tuk nanya sama dia. Dari pada  mati penasaran.
“Bi….” Kataku memecah kebisuan.”tadi kamu nggak langsung dari rumahkan?”
Abi menoleh padaku,lalu konsentrasi lagi mengemudi.
“Emangnya kenapa?”
“Soalnya gak mungkin kan kamu sampai secepat itu.”
“Iya, aku emang udah ada di sekitar  tempat yang kamu katakan” kata Abi
“ Emang kamu ngapain di daerah itu.” Tanyaku heran
“ nyari kamu”
“ nyari aku.” Aku baru ingat tadi Rere bilang ada cowok nanyain, Kemana aku pergi.
Rere bilang kayaknya cowok itu kawatir banget sama aku. Jangan – jangan itu Abi. kalo kak Gilang gak mungkin. Rere kenal  sama dia kok.
“ Ngelamun? kenapa.?” Abi ngagetin aku. “Tadi Bundamu telpon nanyain kamu, Bunda kelihatan kawatir banget. Ayahmu, Gilang juga. Soalnya kamu udah 2 hari nangis terus. Mereka takut kalo kamu kabur dari rumah.”Kata Abi sambil senyum – senyum. “Aku coba menghubungi  no hp teman – temanmu yang diberikan Bundamu, ternyata cuma Rere yang tau kamu pergi kemana. Yah udah aku langsung cabut nyari kamu.”
Ya Tuhan Segitu kwatirnya orang –orang sama aku.
“Aku takut terjadi apa – apa sama calon istriku.” Lanjut Abi dan aku kaget dengernya.
Tapi ada rasa senang denger Abi bilang calon Istri. Abi ternyata tidak seperti yang aku bayangkan.
“Makasih yah!” kataku. Abi menoleh padaku. Jantungku berdetak kencang saat kami berpandangan.
Cepat – cepat ku palingkan lagi pandanganku kejalan raya. Beberapa saat kami sama – sama terdiam.
“Boleh Tanya sesuatu Bi,” tanyaku ragu – ragu . Abi mengangguk “kata Kak Gilang kamu pergi tanpa pamit, kemana?
Ditanya gitu abi malah tersenyum. “Ada di Rumah”
“Semua orang mencari kamu,Bi “
“Ga ada yang mencari Aku kecuali kamu.” Kata Abi senyum – senyum. “ Sampai nangis – nangis lagi.”
Ya Tuhan , kok dia tau sih aku nangis karena ga ketemu dia.
“ Kata siapa aku nangis karena kamu pergi” kataku mengelak
“Bunda”
 Bunda tau kamu ga pergi?”
Abi menggangguk.”Justru itu ide Bundamu”
“Apa?” aku kaget mendengarnya.
“Sepulang dari ngantar kamu ke perpus aku ngobrol sama Mama untuk membatalkan pernikahan kita. Terus Mama bilang sama Bundamu.Bundamu yang punya Ide untuk mengatakan bahwa aku pergi. Dia Cuma ingin tau reaksi kamu. Ternyata benar kata Bunda. Kalo aku akan mendapatkan jawabanya.”
“Jawaban Apa?”
“Rahasia Dong”
Aku ga berani memaksa.  Yang aku pikirkan kenapa sih aku bisa sebodoh itu. Bias- bisanya  di bohongin sama Bunda.
“ Abi…..kok Kamu mau sih dijodohin sama aku.”
Abi tersenyum mendengar pertanyaanku
“ Alasan mama kamu kan, Cuma takut  nanti di Ausi kamu punya pacar bule.”
Abi tersenyum lagi.
“Kan bisa nyari selain aku”
Aku jadi kesal lihat Abi Cuma senyum – senyum Aja, bukannya menjawab.
“kamu kok cuma senyum – senyum aja sih, bukannya di jawab.”
Senyum Abi makin lebar lihat aku agak kesel. “Bukan itu alasan sebenarnya.”
“Bukan itu,…  trus apa?”
“ Karena aku hanya jatuh cinta sama kamu. Aku takut kamu punya pacar saat aku pulang dari Ausi., takut kehilangan kamu.” 
Abi ngomongnya gombal nih. Aku diam sedikit bingung.
“Tapi Bi, menurutku buat apa kita nikah, kalo udah nikah kita berjauhan. Itu sama aja kan ……!”
“Oh jadi kamu nggak mau jauh jauh dari  aku.” Kata Abi tersenyum menggoda.
Aduh, aku salah ngomong nih.
“ Bukan , bukan gitu. Maksudku itu sama aja kan kayak belum nikah, bisa nyari pacar gitu loh.”
“ Ya nggak dong, kalo ada yang naksir sama kamu, kan ada aku suaminya.”
Lagian siapa yang mau ninggalin kamu di sini. Aku akan ngajak  kamu ke Ausi kok.”
Ya Tuhan, aku kaget banget dengarnya.
“ Aku nggak mau jauh – jauh dari Istriku.” Kata Abi sambil menghentikan mobilnya, udah sampai di depan rumahku.
Abi kok ngomongnya jadi gombal terus.
“ Kamu mau kan jadi istriku,” di Tanya gitu aku jadi gugup” nungguin aku pulang kuliah, menyediakan makan pas aku lapar, dan mencintai aku sepenuh hati kamu.”
Abi menatap mataku dalam – dalam sepertinya dia mencari jawaban di sana.
Ya Tuhan. Rasanya aku ingin pergi saja. Untuk menenangkan debaran gantung ini yang semakin kencang.
“ Gak usah dijawab, karna aku  tau jawabannya. Kalo kamu sebenarnya mau jadi istri  aku.”kata Abi sambil memandungku penuh arti.
 “Bundamu bilang  aku cowok pertama yang membuatmu jatuh cinta.”
Bundaaaaaaaaaa. Teriakku dalam hati.
Abi  membuka pintu mobil.” Ayo turun semua nunggu kamu.”
Ya Tuhan aku tak bisa mengontrol debar jantungku. Bunda benar hanya Abi yang bisa membuat aku jatuh cinta.
Abi menggenggam tanganku dengan erat saat menghampiri Bunda , Ayah, Kak Gilang dan orang Tua Abi menunggu di halaman depan.


SELESAI











Jumat, 26 Agustus 2011

COWOK PEMILIK LAPTOP


Ku pandangi benda berwarna hitam itu yang bertuliskan acer. Sudah lama aku memimpikan  ingin memiliki benda itu. Semua teman kuliahku hampir semua membawa benda itu ke kampus.hanya tinggal bebrapa saja yang mungkin mereka seperti aku  dari keluarga yang biasa – biasa saja .yang berpikir sudah bisa kuliah saja sudah hal yang luarbiasa.
Sekarang udah jaman teknologi untuk presentasi di depan dosen aja harus pake laptop. Untuk mahasiwi mahasiswi  seperti aku cukup bermodal plasdick  saja. Laptonya nebeng ke teman sekelompok.
Sudah seminggu benda itu ada di kamarku tapi aku tak tau siapa pemiliknya. Aku tidak berani membukanya. Kutemukan benda itu dikantin saat jam istirahat. Benda itu tergeletak di atas  bangku yang aku  duduki.
Aku sudah pesan sama penjaga kantin, kalau ada yang mencari benda itu suruh hubungi aku. Tapi sudah seminggu tak ada yang menghubungi ku.
Terdengar suara pintu di ketuk, adikku menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
  kak ,ada yang nyari tuh!”
“Siapa  ?” kataku.
“ kak desi “ aku menghela napas.
“Kenapa” Tanya adikku heran
“ enggak ! yah udah sana suruh nunggu”.
Desi adalah teman kuliahku. Hanya dia yang paling care sama ku. Bisa dihitunglah teman – kuliah yang mau bergaul denganku. Aku menyadari kenapa mereka begitu. Pertama karena ku bukan anak dari keluarga berada, kedua mungkin karena akunya juga yang kurang bisa bergaul. Aku minder, aku terkesan kaku, diam, kurang bisa berbasa- basi. lain dengan Desi, dia orangnya supel. Kadang aku kagum dengannya udah cantik , kaya, tidak sombong lagi.
“ Aku harus nunggu berapa jam sih ,” ternyata desi udah berdiri di depan pintu.” Yang di tunggu kok nggak muncul – muncul, malah  lagi melamun.”
  yah sori” jawabku sambil nyengir. “Yu pergi, aku udah siap .”
 Kalo desi ke kampus bawa mobil dia selalu menjemputku, tapi seringnya dia diantar kakaknya. Soalnya mobilnya gantian sama kakak cowoknya.
Sebelum pergi  aku minta izin sama mama , hati –hati itu pesannya setiap aku hendak pergi kemanapun.
Maklum aku anak  perempuan mama satu – satunya dari tiga bersaudara Jadi rasa kawatirnya kadang berlebihan.
Desi menghidupkan mesin mobilnya. Sebelum masuk kedalam mobil desi, kupandangi jendela kamar  rumah di seberang rumah ku yang berdiri megah. Jendela di lantai dua itu terbuka, yang biasanya tertutup.  pemilik kamarnya pasti ada di dalam.
Klakson mobil Desi mengagetkanku.” Ayo masuk..” teriak Desi.
Aku cepat – cepat masuk.” Kenapa sih dari tadi kamu melamun aja” Tanya Desi heran.” Ada masalah?
Aku menggeleng.” Nggak ada”
“Terus  apa yang kamu pikirkan sampai teriakanku menyuruhmu masuk nggak terdengar.” Tanyanya penuh selidik.
“ Sori, jangan marah gitu dong”
“ yah udah ,kalo ada apa –apa kamu harus cerita.” Kata Desi sambil menjalankan mobilnya.
Aku mengangguk.

Aku duduk di kursi yang di sediakan perpustakaan kampus, tepat   di seberang cowok yang  diam – diam aku kagum. Dia itu  3 tahun diatasku, mahasiswa S2. Semester akhir. cowok itu serius sekali membaca buku. Kami sering berpapasan dengannya di perpustakaan atau di kantor senat.
Dan aku mulai membuka - buka  buku mencari bahan untuk presentasi minggu depan. Tapi kayaknya pikiranku tidak bisa konsen karena cowok dihadapanku.
Entah sejak kapan aku mengagumi pemilik mata tajam itu. Sikapnya yang tenang kadang terkesan dingin, yang membuat aku diam – diam mengagumi sosok itu. Walaupun dia tinggal di seberang rumahku tapi kami sama –sama tak saling mengenal. Tak pernah saling menyapa atau saling melempar senyum sekali pun.
Tiba – tiba handphone ku berbunyi, aku terkejut. Semua yang ada di ruangan itu memandangku. Termasuk cowok itu. Cepat- cepat aku rejeck hp itu dan aku nonaktifkan.cowok itu memandangku  dingin dan tajam kemudian asyik lagi dengan bacaannya.
Ya tuhan dingin sekali tatapan mata itu. Membuatku bergidik
Aku jadi merasa punya dosa, cepat – cepat kututup buku yang aku pegang dan membawanya ke petugas perpustakaan untuk dipinjam, lebih baik aku membawanya kerumah pikirku.
Setelah selesai aku bergegas keluar. Di pintu perpustakaan aku berpapasan dengan Desi.
 “ kenapa sih, teleponku di rejeck?“ katanya kesal
Maap aku lagi di dalam perpus.”
“Muthi udah baca selebaran belum”
“Selebaran apa.”
Yang punya laptop bikin pengumuman katanya siapa yang menemukan laptop Acer akan di beri hadian 2 juta.”
“apa “ Kataku kaget.
“coba baca ini “
Kubaca kertas yang diberikan Desi.
Benar saja yang menemukan latop ini akan diberihadiah 2 juta. Hubungi . . . .
Aku terdiam. Ya tuhan lumayan 2 juta buat nambah – nambah tabungan aku  beli laptop
“ Selebaran ini untuk ku yah “ Desi tau kalo aku menemukan sebuah laptop di kantin
Desi menanguk. aku terdiam.” Desi, nanti kalo aku mengembalikan laptop itu temenin aku yah.”
Desi mengangguk.

Ku tekan nomor yang tertera di kertas selebaran itu. Sesaat kemudian terdengar nada sambung. Ku tunggu beberapa saat. Tak ada yang mengangkat.
Ku tekan nomor itu sekali lagi jantung berdebar – debar. Tapi tetap tidak diangkat.
Ku hembuskan napasku. Terdiam beberapa saat. Lalu ku coba lagi menekat nomor itu. Masih terdengar nada sambung , tapi …
“ Halo…,” terdengar suara disebrang sana
  Siapa nih ?” Tanya suara di seberang sana.
“ Halo, benar ini nomornya Rian?”
“ Iya betul”
“ Saya, Mitha…” aku jadi sedikit gugup. “ benar anda kehilangan laptop”
“Iya betul .”
“ Saya menemukan Laptop anda di kantin. Kemana saya harus mengantar laptop ini.”
Kami janjian untuk ketemu di kampus ku besok jam 10.
Ku pandangi benda itu. Aku keluarkan benda itu dari tasnya, aku penasaran, siapa tau ada identitas mengenai pemiliknya.  lalu aku nyalakan benda itu dengan menekan tombol power, tidak lama kemudian  ada tulisan welcome to windows, lalu muncul  pada tampilan desktop foto cowok ,yang ternyata cowok yang tadi di perpustakaan.
Ya tuhan, ternyata pemiliknya  Ryan cowok yang sering berpapasan dengan aku diperpustakaan. Ku coba membuka file – filenya .  Ternyata ada file tugas akhirnya. Pantas dia berani member  imblan 2 juta karena di dalamnya ada file penting.
Aku harus cepat mengembalikan laptop ini. Kasihan Ryan pasti di bingung banget. Cepat – cepat kumatikan lagi laptop itu, lalu memasuknya lagi kedalam tasnya.
Lalu cepat – cepat ku ambil Hpku, ku hubungi Desi, dan ku ceritakan semuanya.
Aku hubungan lagi Rian, Biar aku aja yang mengantarkan laptop kerumahnya . pikirku.
Ku berikan alamatnya pada rian karena gak mungkin aku harus keluar rumah, karena udah malam. Mama pasti nggak kasih izin, kalo aku harus keluar rumah.
Tiba- tiba hpku bunyi , Suara Rian diseberang sana. Dia menyuruh ku keluar rumah karena dia udah ada di depan rumahku.
Aku bingung, kok secepat itu Dia menemukan alamt rumahku, dalam waktu 5 menit.
Lalu cepat –cepat keluar kamar. Mama teriak – teriak melihat ku keluar rumah tidak izin.
Rian menyuruhku untuk menyebrang  dan tunggu di depan rumah besar yang  jendela kamar atasnya sering aku pandangi.
Sampai di depan pagar besi yang tinggi itu aku menarik napas berusaha menenangkan perasaanku. Aku jadi berdebar – debar.
Tiba – tiba pintu pagar itu terbuka, seerang cowok keluar. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas karena lampu halaman  rumah itu kurang terang.
“Muthi, ya” Tanya orang itu.
“iya !” aku jadi takut.
“Yuk masuk!”
Diajak gitu aku jadi kaget dan tambah takut. “ tidak terimakasih.”
“Ini aku Rian.” Cowok itu mendekat.
“ Rian ?”
Ya, Tuhan . banyak kejutan yang aku temui hari ini. Ternyata pemilik kamar di seberang rumahku adalah Rian. Cowok yang selama ini aku kagumi, cowok yang sering aku lihat di perpustakaan kampus, cowok yang tadi pagi duduk didepanku.  Pemilik rumah itu adalah pemilik laptop ini.
Ya, Tuhan, Apa yang Kau rencanakan untukku.
“ Ini laptopnya, tapi aku nggak bisa masuk.”
“loh kenapa?”
 “ Nanti ibu mencariku” ku serahkan laptop itu ke Rian.
“Terima kasih, Ya” katanya sambil tersenyum.
Ternyata cowok yang terlihat dingin itu, manis sekali kalo tersenyum. Kelihatannya juga baik walau gak jutek.pikirku.
“ Soal Hadiahnya….”
“Gak usah kak Rian, Aku bukan pemburu hadiah.”
“ Tapi…”
“ nggak apa – apa, aku permisi dulu yah.”  Aku beranjak pergi.
“Mita tunggu…, besok kamu ada kuliah ?
“ Iya” aku menggangguk “ jam 8”
“ Aku jemputkamu, ya.” Kata Rian tersenyum.
Aku terdiam kaget. Dengan ragu – ragu aku mengangguk.
Dalam hati aku seneng banget, ternyata Tuhan mendengar isi hatiku. Ingin sekali aku ketemu cowok pemilik kamar diseberang rumahku yang ternyata adalah cowok yang juga aku kagumi di kampus