Jumat, 26 Agustus 2011

COWOK PEMILIK LAPTOP


Ku pandangi benda berwarna hitam itu yang bertuliskan acer. Sudah lama aku memimpikan  ingin memiliki benda itu. Semua teman kuliahku hampir semua membawa benda itu ke kampus.hanya tinggal bebrapa saja yang mungkin mereka seperti aku  dari keluarga yang biasa – biasa saja .yang berpikir sudah bisa kuliah saja sudah hal yang luarbiasa.
Sekarang udah jaman teknologi untuk presentasi di depan dosen aja harus pake laptop. Untuk mahasiwi mahasiswi  seperti aku cukup bermodal plasdick  saja. Laptonya nebeng ke teman sekelompok.
Sudah seminggu benda itu ada di kamarku tapi aku tak tau siapa pemiliknya. Aku tidak berani membukanya. Kutemukan benda itu dikantin saat jam istirahat. Benda itu tergeletak di atas  bangku yang aku  duduki.
Aku sudah pesan sama penjaga kantin, kalau ada yang mencari benda itu suruh hubungi aku. Tapi sudah seminggu tak ada yang menghubungi ku.
Terdengar suara pintu di ketuk, adikku menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
  kak ,ada yang nyari tuh!”
“Siapa  ?” kataku.
“ kak desi “ aku menghela napas.
“Kenapa” Tanya adikku heran
“ enggak ! yah udah sana suruh nunggu”.
Desi adalah teman kuliahku. Hanya dia yang paling care sama ku. Bisa dihitunglah teman – kuliah yang mau bergaul denganku. Aku menyadari kenapa mereka begitu. Pertama karena ku bukan anak dari keluarga berada, kedua mungkin karena akunya juga yang kurang bisa bergaul. Aku minder, aku terkesan kaku, diam, kurang bisa berbasa- basi. lain dengan Desi, dia orangnya supel. Kadang aku kagum dengannya udah cantik , kaya, tidak sombong lagi.
“ Aku harus nunggu berapa jam sih ,” ternyata desi udah berdiri di depan pintu.” Yang di tunggu kok nggak muncul – muncul, malah  lagi melamun.”
  yah sori” jawabku sambil nyengir. “Yu pergi, aku udah siap .”
 Kalo desi ke kampus bawa mobil dia selalu menjemputku, tapi seringnya dia diantar kakaknya. Soalnya mobilnya gantian sama kakak cowoknya.
Sebelum pergi  aku minta izin sama mama , hati –hati itu pesannya setiap aku hendak pergi kemanapun.
Maklum aku anak  perempuan mama satu – satunya dari tiga bersaudara Jadi rasa kawatirnya kadang berlebihan.
Desi menghidupkan mesin mobilnya. Sebelum masuk kedalam mobil desi, kupandangi jendela kamar  rumah di seberang rumah ku yang berdiri megah. Jendela di lantai dua itu terbuka, yang biasanya tertutup.  pemilik kamarnya pasti ada di dalam.
Klakson mobil Desi mengagetkanku.” Ayo masuk..” teriak Desi.
Aku cepat – cepat masuk.” Kenapa sih dari tadi kamu melamun aja” Tanya Desi heran.” Ada masalah?
Aku menggeleng.” Nggak ada”
“Terus  apa yang kamu pikirkan sampai teriakanku menyuruhmu masuk nggak terdengar.” Tanyanya penuh selidik.
“ Sori, jangan marah gitu dong”
“ yah udah ,kalo ada apa –apa kamu harus cerita.” Kata Desi sambil menjalankan mobilnya.
Aku mengangguk.

Aku duduk di kursi yang di sediakan perpustakaan kampus, tepat   di seberang cowok yang  diam – diam aku kagum. Dia itu  3 tahun diatasku, mahasiswa S2. Semester akhir. cowok itu serius sekali membaca buku. Kami sering berpapasan dengannya di perpustakaan atau di kantor senat.
Dan aku mulai membuka - buka  buku mencari bahan untuk presentasi minggu depan. Tapi kayaknya pikiranku tidak bisa konsen karena cowok dihadapanku.
Entah sejak kapan aku mengagumi pemilik mata tajam itu. Sikapnya yang tenang kadang terkesan dingin, yang membuat aku diam – diam mengagumi sosok itu. Walaupun dia tinggal di seberang rumahku tapi kami sama –sama tak saling mengenal. Tak pernah saling menyapa atau saling melempar senyum sekali pun.
Tiba – tiba handphone ku berbunyi, aku terkejut. Semua yang ada di ruangan itu memandangku. Termasuk cowok itu. Cepat- cepat aku rejeck hp itu dan aku nonaktifkan.cowok itu memandangku  dingin dan tajam kemudian asyik lagi dengan bacaannya.
Ya tuhan dingin sekali tatapan mata itu. Membuatku bergidik
Aku jadi merasa punya dosa, cepat – cepat kututup buku yang aku pegang dan membawanya ke petugas perpustakaan untuk dipinjam, lebih baik aku membawanya kerumah pikirku.
Setelah selesai aku bergegas keluar. Di pintu perpustakaan aku berpapasan dengan Desi.
 “ kenapa sih, teleponku di rejeck?“ katanya kesal
Maap aku lagi di dalam perpus.”
“Muthi udah baca selebaran belum”
“Selebaran apa.”
Yang punya laptop bikin pengumuman katanya siapa yang menemukan laptop Acer akan di beri hadian 2 juta.”
“apa “ Kataku kaget.
“coba baca ini “
Kubaca kertas yang diberikan Desi.
Benar saja yang menemukan latop ini akan diberihadiah 2 juta. Hubungi . . . .
Aku terdiam. Ya tuhan lumayan 2 juta buat nambah – nambah tabungan aku  beli laptop
“ Selebaran ini untuk ku yah “ Desi tau kalo aku menemukan sebuah laptop di kantin
Desi menanguk. aku terdiam.” Desi, nanti kalo aku mengembalikan laptop itu temenin aku yah.”
Desi mengangguk.

Ku tekan nomor yang tertera di kertas selebaran itu. Sesaat kemudian terdengar nada sambung. Ku tunggu beberapa saat. Tak ada yang mengangkat.
Ku tekan nomor itu sekali lagi jantung berdebar – debar. Tapi tetap tidak diangkat.
Ku hembuskan napasku. Terdiam beberapa saat. Lalu ku coba lagi menekat nomor itu. Masih terdengar nada sambung , tapi …
“ Halo…,” terdengar suara disebrang sana
  Siapa nih ?” Tanya suara di seberang sana.
“ Halo, benar ini nomornya Rian?”
“ Iya betul”
“ Saya, Mitha…” aku jadi sedikit gugup. “ benar anda kehilangan laptop”
“Iya betul .”
“ Saya menemukan Laptop anda di kantin. Kemana saya harus mengantar laptop ini.”
Kami janjian untuk ketemu di kampus ku besok jam 10.
Ku pandangi benda itu. Aku keluarkan benda itu dari tasnya, aku penasaran, siapa tau ada identitas mengenai pemiliknya.  lalu aku nyalakan benda itu dengan menekan tombol power, tidak lama kemudian  ada tulisan welcome to windows, lalu muncul  pada tampilan desktop foto cowok ,yang ternyata cowok yang tadi di perpustakaan.
Ya tuhan, ternyata pemiliknya  Ryan cowok yang sering berpapasan dengan aku diperpustakaan. Ku coba membuka file – filenya .  Ternyata ada file tugas akhirnya. Pantas dia berani member  imblan 2 juta karena di dalamnya ada file penting.
Aku harus cepat mengembalikan laptop ini. Kasihan Ryan pasti di bingung banget. Cepat – cepat kumatikan lagi laptop itu, lalu memasuknya lagi kedalam tasnya.
Lalu cepat – cepat ku ambil Hpku, ku hubungi Desi, dan ku ceritakan semuanya.
Aku hubungan lagi Rian, Biar aku aja yang mengantarkan laptop kerumahnya . pikirku.
Ku berikan alamatnya pada rian karena gak mungkin aku harus keluar rumah, karena udah malam. Mama pasti nggak kasih izin, kalo aku harus keluar rumah.
Tiba- tiba hpku bunyi , Suara Rian diseberang sana. Dia menyuruh ku keluar rumah karena dia udah ada di depan rumahku.
Aku bingung, kok secepat itu Dia menemukan alamt rumahku, dalam waktu 5 menit.
Lalu cepat –cepat keluar kamar. Mama teriak – teriak melihat ku keluar rumah tidak izin.
Rian menyuruhku untuk menyebrang  dan tunggu di depan rumah besar yang  jendela kamar atasnya sering aku pandangi.
Sampai di depan pagar besi yang tinggi itu aku menarik napas berusaha menenangkan perasaanku. Aku jadi berdebar – debar.
Tiba – tiba pintu pagar itu terbuka, seerang cowok keluar. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas karena lampu halaman  rumah itu kurang terang.
“Muthi, ya” Tanya orang itu.
“iya !” aku jadi takut.
“Yuk masuk!”
Diajak gitu aku jadi kaget dan tambah takut. “ tidak terimakasih.”
“Ini aku Rian.” Cowok itu mendekat.
“ Rian ?”
Ya, Tuhan . banyak kejutan yang aku temui hari ini. Ternyata pemilik kamar di seberang rumahku adalah Rian. Cowok yang selama ini aku kagumi, cowok yang sering aku lihat di perpustakaan kampus, cowok yang tadi pagi duduk didepanku.  Pemilik rumah itu adalah pemilik laptop ini.
Ya, Tuhan, Apa yang Kau rencanakan untukku.
“ Ini laptopnya, tapi aku nggak bisa masuk.”
“loh kenapa?”
 “ Nanti ibu mencariku” ku serahkan laptop itu ke Rian.
“Terima kasih, Ya” katanya sambil tersenyum.
Ternyata cowok yang terlihat dingin itu, manis sekali kalo tersenyum. Kelihatannya juga baik walau gak jutek.pikirku.
“ Soal Hadiahnya….”
“Gak usah kak Rian, Aku bukan pemburu hadiah.”
“ Tapi…”
“ nggak apa – apa, aku permisi dulu yah.”  Aku beranjak pergi.
“Mita tunggu…, besok kamu ada kuliah ?
“ Iya” aku menggangguk “ jam 8”
“ Aku jemputkamu, ya.” Kata Rian tersenyum.
Aku terdiam kaget. Dengan ragu – ragu aku mengangguk.
Dalam hati aku seneng banget, ternyata Tuhan mendengar isi hatiku. Ingin sekali aku ketemu cowok pemilik kamar diseberang rumahku yang ternyata adalah cowok yang juga aku kagumi di kampus

Jodoh


Kulihat jam di dinding kamarku. Menunjukan pukul  11.00 malam.  Dari tadi aku sulit sekali memejamkan mataku. Entah kenapa, sejak tadi ketemu dia bayangannya nempel  terus  di pikiranku.
Ku balikan badanku menghadap tembok, tapi tetap tak berpengaruh aku tetap tak bisa memejamkan mataku. Ku balikan lagi badanku.  Hanya tahan beberapa saat lalu aku bangun. Kenapa sih aku ingat dia terus.
Tiga tahun yang lalu  ketika pertama kali ketemu dia.  Sikapku ketus banget sama dia. Gimana nggak bikin aku keki. Tiba – tiba papa mau jodohin aku sama  Fery anak temen bisnis papa.  Dan mau melangsungkan pertunangan sebelum Fery pergi ke Australia.  Udah gitu aku belum kenal , belum pernah ketemu sama dia. Papa  berpikir usiaku sudah 23 tahun dan aku sudah lulus kuliah  sudah saatnya kalo aku punya pendamping hidup.
Suatu hari papa mengundang keluarga Fery ke rumah bermaksud untuk memperkenalkan kami berdua. Saat kami bertemu aku pasang muka jutek .  Dua hari kemudian aku buat janji dengan dia untuk membicarakan perjodohan yang orang tua kami buat.
Aku bicara sama Fery kalo aku belum mau nikah, aku  tidak setuju dengan perjodohan ini.  Dan Fery pun mengerti  dengan  penolakanku.  Akhirnya kami berdua bicara sama orang tua  masing – masing bahwa kami menolak perjodohan ini.
Setelah menolak perjodohan itu  Kami tak pernah bertemu lagi. Terakhir kabar yang ku dengar dia udah terbang ke Australia. Dan aku sudah lupa sama dia, bahkan mungkin wajahnya pun aku lupa.
Tapi tadi siang ketika aku sedang mencari buku di Gramedia. Seorang cowok menyentuh bahuku. Sesaat aku tidak mengenalnya. Tapi cowok itu menyebutkan satu nama , Fery.
Nama yang tak pernah aku ingat – ingat. Nama yang mungkin tak pernah terukir dalam ingatanku.
“Apa kabar, lama nggak ketemu?” sapanya sambil tersenyum.
“ Baik, kamu sendiri bagaimana?”
“Baik. Bagaimana kabar  keluargamu?
“Baik juga .”
“kalo gitu salam sama om dan tante.”
Aku hanya mengangguk. Seorang gadis menghampiri kami.
“kapan – kapan aku main kerumahmu ya.” Kata Fery berlalu dari hadapanku sambil merangkul bahu gadis tadi.
Aku masih terpaku ditempatku. Aku nggak menyangka bisa ketemu sama dia. Sepertinya Fery tidak berubah. Dia hanya kelihatan lebih putih.
Tiba – tiba hpku berbunyi, sebuah pesan masuk. Kuraih hpku diatas meja belajar. Ku baca pengirimnya.
Ah Fery. Ada perasaan senang dalam hatiku. Aku lupa tadi siang  sebelum berpisah Fery minta nomor hpku.
 Isinya.  Langit malam ini lebih indah dari malam kemarin. Satu bintang memberiku sinar yang paling terang.
 Bintang yang mana. Aku nggak melihat bintang yang lebih terang. Balasku.
Hp berbunyi lagi satu pesan masuk
Ternyata kamu belum tidur. Coba kamu keluar kamar. Kamu akan melihat satu bintang bersinar lebih terang dari yang lain.
Aku pun membuka jendela kamarku yang ada di tingkat dua. Ku pandangi bintang – bintang di langit. Ku perhatikan bintang – bintang itu. Tapi sinarnya biasa aja. Seperti malam – malam sebelumnya.
Hp ku berbunyi tapi nadanya panggilan masuk.
“ Halo …” sapaku.
“ Belum tidur ya” Tanya suara di seberang sana. Fery. “ lagi ngapain?”
“ lagi mandangin bintang – bintang seperti yang kamu suruh.”
“ nurut aja di suruh gitu.” katanya sambil tertawa.
“Abis aku penasaran.” Jawabku. Kami sama – sama tertawa.
“ kok belum tidur “ Tanya Fery di sela – sela tawanya.
“lagi ngerjain pekerjaan sekolah” jawabku bohong “ besok aku mau ngadain evaluasi buat murid kelas 3. Kamu ngapain belum tidur?.”
“lagi nungguin hari esok. Rasanya nggak sabar.” Jawabnya  di sebrang sana.
“Ngapain ditungguin. Nggak ditungguin juga akan datang hari esok.”
“Aku takut, kalo aku nggak bisa menyambut hari esok…..”
“Ih ngomongnya kok gitu. Kayak yang mau mati sekarang aja.”
“Bukan gitu… Karena aku yakin hari esok akan lebih cerah dari hari ini.”
 Fery tertawa pelan.” Dan lagi mikirin seseorang..”
“oh…” ada perasaan kecewa dengar jawaban Fery yang terakhir.  Aku berharap Fery lagi mikirin aku. Tapi itu gak mungkin tentu saja Fery lagi mikirin ceweknya yang tadi.
“ Ya udah, aku udah ganggu ya! Kalo gitu  met mala,  sweet dream!.”
Hubungan terputus. Ada rasa menyesal kenapa aku harus bohong. Coba kalo bicara jujur mungkin dia mau ngobrol lebih lama.
Tapi nggak apa – apa kan masih ada hari esok.
 Aku juga berharap hari esok lebih cerah dari hari sekarang.

“Bu, ada yang menjemput di depan.” Kata  pak Maman penjaga sekolah
  Siapa? Pak Maman.” Tanyaku heran perasaan hari ini aku nggak minta di jemput sama Pak udin. Lagian pak udin lagi nganter papa keluar kota.
“kurang tau, saya juga baru lihat.” Jawab Pak Maman. “Tapi katanya sudah buat janji sama Ibu.”
Aku jadi tambah penasaran.
“Ya udah. Terima kasih Pak.” Aku pun cepat – cepat membereskan  hasil ulangan siswa –siswa aku, lalu keluar kelas. Dan cepat ke tempat parkir.
Fery, aku kaget melihat dia ada di sekolah tempatku mengajar. Fery tersenyum, ketika aku berjalan ke arahnya.
“Jadi kamu yang menjemput aku.” Kataku
Fery hanya tersenyum. “Udah Siap pulang?”
Aku hanya mengangguk dengan keherananku.
“Kok kamu tau aku ngajar disini.”
“Tadi aku kerumah, mama kamu bilang kamunya belum pulang. Aku malah disuruh jemput kamu.”
“Jadi kamu udah ketemu sama mama aku.”
“Iya.”
“Kapan? “
“kemarin, ketika aku pulang dari gramedia. Mama sama Papa kamu udah ada di rumah aku.”
Kenapa mama nggak bilang kalo udah ketemu Fery. Ketika aku bilang ada salam dari fery mama sama papa dingin, dingin aja tuh. Mereka hanya nanya kapan Fery pulang dari Ausi.
“Hey, kok malah bengong.” Suara Fery mengagetkan aku.” Kita  makan siang di rumahku ya?”
“Apa?, kok di rumahmu.” Kataku heran
“Aku udah janji sama Bunda mau ngajak kamu ke rumah.”
“kok, kamu nggak nanya aku dulu.” Kataku “siapa tau aku udah makan, siapa tau aku nggak mau di ajak kerumahmu.”
“Udak keliatan kok kalo kamu belum makan.”
“Fery…..” jeritku kesal.
Fery malah tertawa keras.
 Ya Tuhan. Seperti harapanku hari ini emang lebih cerah dari hari kemarin.

Ya Tuhan. Akhir – akhir ini hari -  hari yang ku lalu sangat aneh. Banya sekali kejutan yang aku alami, apalagi mengenai Fery. Ketemu dia digramedia, telepon tengah malam, menjemput kesekolah, dan ….
Tapi aku merasa senang, ternyata Fery orangnya perhatian, baik , dewasa, sikapnya tenang, kadang – kadang dia juga romantis. Sering bikin aku ge-er. Saat bersamanya aku selalu nyaman.  Dia selalu membuatku bahagia. Dan tatapan matanya selalu membuat jantungku berdebar kencang. Setiap  malam sebelum tidur dia tidak pernah absen untuk mengucapkan “ good night, sweet dream.”  Mungkin kah aku sekarang jatuh cinta sama dia..
Kenapa sih aku dulu jutek sama dia. Kenapa sih dulu aku menolak dia. Kenapa dulu aku nggak mencoba dekat dulu sama dia. Kenapa dulu aku menolak dijodohkan dengan dia. Kalo ternyata dia orangnya asyik. Aku jadi nyesel.
Tapi  udah lah nasi udah jadi bubur. Aku nggak bisa memutar  waktu ke masa  lalu. Mungkin sekarang dia udah punya kekasih. Mungkin cewek yang ketemu di Gramedia itu adalah ceweknya. Aku jadi sedih kalo ternyata dia udah punya calon.

Kata mama hari ini mau datang tamu special. Tapi ketika ditanya sama aku, siapa yang mau datang. Mama malah bilang  “Nanti juga kamu tau” aku jadi penasaran.
“Dah siap Non?” Mama nongol dipintu kamar. “Nah gitu dong, dandan yang cantik.”
“Emangnya siapa sih yang  mau datang.” Tanyaku sekali lagi.
“Lihat aja nanti.” Kata mama sambil tersenyum
Tiba – tiba bel rumah berbunyi. Mama tampak senang.
“ Ayo cepat tamunya udah datang.” Kata mama sambil menarikku ke luar kamar.
Ku lihat papa menyambut tamu itu.  Dari belakang Sepertinya aku kenal sama tamu itu. Itukan …..
“Aduh maaf ya, Jalanan macet.” Kata bundanya Fery.
“Nggak apa – apa” kata mama sambil cipika –cipiki, sun pipi kiri sun pipi kanan sama bundanya Fery.
“Aduh  tambah cantik aja.” Bundanya fery memelukku.
Aku member salam sama papanya Fery  dan tersenyum
“Ini dia calon menantuku.” Kata papa Fery.
“Apa calon menantu ?” tanyaku dalam hati Calon menantu sejak kapan tuh. Bukankan perjodohan itu sudah batal  tiga tahun yang lalu.
Aku celingukkan mencari  fery. Apakah dia ikut juga.
“Ferynya mana ?”  kata Papa. Papa sepertinya tau apa yang ada dalam pikiranku
“ Itu di luar.”  Jawab bundanya Fery.
“Suruh  masuk “ kaka papa.
“Lagi telpon sama temannya.”
Bi Imah datang  mengatar minuman. Papa dan Papanya Fery langsung asyik ngomongin bisnis. Mama dan Bundanya Fery, juga asyik ngomongin masalah keluarga. Sementara aku sendiri hanya jadi pendengar.
Lama – lama bosan juga dengerin para bapak –bapak dan para ibu –ibu ngobrol. Sepertinya obrolan mereka nggak menarik buat aku. Fery kemana sih?  Kok lama sekali nelponnya. Pasti dari cewek yang waktu itu. Bener nggak sih itu pacar Fery.
Aku berdiri dan melangkah keluar meninggalkan para orang tua. Sampai dihalaman aku celingukan mana Fery. Kok , nggak ada . katanya tadi diluar tapi nggak kelihatan, kemana perginya tuh anak.
“hey, nyari aku ya” Fery menepuk bahuku
Aku yang lagi celingukan cari dia, kontan aja kaget .
“Ih ge-er, siapa yang nyari kamu.”
“kalo bukan nyari aku, trus cari siapa?”
“Cari Pak  Udin”  jawabku asal.
“Ngapain nyari Pak Udin?”
“bukan urusan kamu.”
“Ini pasti bohong.” Fery memandangku.
“Kata siapa aku bohong.”
“Kata mata kamu”  jawab Fery sambil senyum – senyum.
“Ih sok tau nih orang.” Kataku jutek. Sambil duduk di kursi teras rumah.
Feri pun duduk di sampingku sambil matanya terus memandangku.
Cepat – cepat aku buang muka , takut kalo Fery bisa membaca isi pikiranku. Ih emangya dia Mama Lauren bisa membaca pikiran orang.
“Tuh kan juteknya datang lagi.” Kata Feri  sambil terus memandangku.
“Kenapa ? kamu nggak suka kalo aku jutek.” Tantang aku.
“ Kata siapa ? justru itu yang bikin aku selalu rindu sama kamu.” Kata Fery menggoda aku.
“Mulai deh… gombal. Di Ausi sana kamu belajar ngerayu cewek ya.”
Yang di tanya malah senyum – senyum. Sambil terus mandang aku.
Ya Tuhan, kenapa nih anak nggak berhenti memandangi aku. Aku jadi  salting nih di pandangi terus.
“Wajar dong kalo aku ngerayu calon istri aku.” Jawab Fery
Aku kaget denger Fery ngomong gitu.
“apa? calon Istri ?”
“iya”
“Aduh, kamu jangan asal ngomong, nanti didengar sama mama  papa.”kataku sambil melihat keruang tamu.
“Siapa yang asal ngomong, aku serius.” Ujar Fery.
“Fery…”belum habis aku ngomong. Fery sudah meletakkan telunjuknya di bibirku.
“Sssst,….Denger ya….” Fery menarik napas sebentar.
” Ingat nggak dulu waktu kita sepakat untuk menolak perjodohan itu.”
Aku mengangguk.
“Waktu itu, aku nggak bilang nolak sama orang tua aku, ..” Fery cepat – cepat Meletakkan jarinya lagi dibibir ku ketika melihat aku mau buka suara
“Aku bilang sama mereka aku dan kamu  mau menunda perjodohan itu sampai aku lulus S2.”
Aku bener – bener kaget .” Fery kenapa kamu ngomong gitu. Kan kita sudah sepakat untuk ngebatalin perjodohan  itu.” Kataku sewot.
“Itu kata kamu, tapi kata aku,tidak .”
“Fery…”
“Jangan teriak – teriak .” Feri memberi isyarat agar aku mengecilkan volume suaraku.
“kamu melanggar perjanjian kita.”
“Maaf Mia,.. kalo aku melanggarnya. Aku  terlanjut menyukai  kamu,  aku tidak bisa pindah ke lain hati.  Hanya kamu yang selalu aku rindukan selama aku di Ausi. Dan aku ingin menikah dengan kamu. Titik.”
Mendengar kata – kata Fery aku hanya diam mematung. Aku bingung harus gembira atau sedih.
“Pinangan aku masih berlaku buat kamu..”aku masih diam, tak berkomentar
“Orang tuaku datang kesini untuk   melanjutkan perjodohan kita dan menentukan hari permikahan kita.”
Aku tambah kaget, aku diam tak memberi reaksi.
Ya Tuhan, aku nggak tau harus berbuat apa. Mungkin Ini jodoh yang Engkau berikan padaku. Aku nggak bisa menolak kuasamu. Walaupun sekuat tenaga aku menolak dia. Tapi mungkin dia emang Kau ciptakan untukku. aku tak kuasa untuk menolaknya. Semoga dia emang yang terbaik untukku,dan dia akan memberikan kebahagian untukku.
Melihat aku tanpa reaksi Fery jadi cemas.
“Mia…Mia…. Kamu baik – baik aja kan.” Fery mengenggam tanganku.
“Fery….”
“Iya”
“Maafkan aku , kalo….”
“Tidak .. Tidak. aku gak mau kamu menolak aku untuk kedua kalinya”
“Tapi bagaimana dengan pacar kamu..”
“Pacar? Yang mana?”
“Yang di gramedia itu”
Fery langsung tertawa “don’t  worry honey. She’s my sister”
Aku langsung kaget. Kok aku gak tau klo dia punya adik.
“ Sekali lagi. want you marry me?
“Fery, …aku mau nikah sama kamu.” Kataku terbata- bata sambil tertunduk menyembunyikan wajah aku yang merah.
“Sungguh…”Tanya Fery nggak percaya. Aku ngangguk.
“Terima kasih Tuhan,” teriak Fery.
Orang  tua ku dan orang tua Fery yang ada di ruang tamu langsung keluar mendengar teriakkan Fery.
“Gimana?” Tanya Papa kepada Fery.
Fery hanya mengangguk.
“kalo gitu, bulan depan kalian nikah.” Kata papa Fery.
“apa?” kata aku dan fery berbarengan.
Mama , papa ,bundanya Fery dan papanya Fery langsung tertawa melihat aku dan Fery kaget. Akhirnya aku dan Fery ikut tertawa.
Fery menggenggam tanganku erat. Sepertinya tak ingin di lepas lagi.
Ya Tuhan. Aku yakin Engkau memberikan yang terbaik untuk hidupku. Dan Fery adalah Jodoh pilihan –Mu untuk ku.
Terima kasih Tuhan

Kamis, 25 Agustus 2011

KU TUNGGU MAAP DARI MU


“ Cha, ada seseorang yang ingin aku perkenalkan sama kamu.” Kata sena di depan pintu kamar
Pagi – pagi sekali udah nongol di depan pintu . kok mama ngijinin  sih orang bertamu pagi – pagi gini
“ siapa lagi  yang ingin  kamu jodohin sama , aku.” Ujar ku malas
“ ayo dong cha ! jangan gitu . kalo kamu seperti itu kapan kamu punya pacarnya.”
“udeh  deh ah ! apa kamu nggak bosen  jodohin aku terus sama teman – teman kamu.”
“ ayo dong cha ! “ kata sena memelas “ kalo kali ini kamu nggak oke, aku janji nggak akan  nyari pacar lagi buat kamu.”
“ basi ah ! janjinya udah keseringan di langgar. “ kataku sambil melangkah keluar kamar.
Sena menguntitku melangkah ke dapur
“ Please cha ! kali ini aja.” Sena menghalangi langkahku.  “ jangan tolak maksud baik  temanmu ini.”
“ maksud baik yang mana.”
“ maksud baik nyariin kamu pacar , supaya kamu lebih bahagia.”
“ apa! Kamu pikir selama ini aku kurang bahagia. Sotoy lu!” kata ku
Sena ketawa mendengar umpatanku
“ enggak , sekali anggak tetap enggak . aku malu nih dikira kurang kerjaan”
“ ah pokoknya aku nggak mau tau. Nanti sore kamu sudah harus sudah siap kalo dijemput Rian.” 
“ apa …!
Sena melangkah pergi. Meninggalkan ku yang masih kaget
Rian adalah pacar sena. Sebenarnya aku sedikit risih kalo ada Rian soalnya waktu semester 1 Rian pernah aku tolak waktu nyatain perasaannya.
Aku sendiri tak tau kenapa aku seperti ini. aku selalu  menolak setiap ada cinta yang datang mendekat.
Tak ada siapapun yang aku tunggu, tapi hati ini selalu mengatakan seseorang akan datang padaku.
Aku selalu mau di kenali sama teman – temannya sena. Hanya ingin mencari yang aku tunggu saat ini. Tapi sampai saat ini  seseorang yang aku tunggu itu tak pernah  ada.



Ku ketuk pintu rumah sena tiga kali, ternyata  tante mitha yang membuka.
“ eh cha-cha, mau ketemu sena yah? “ sambutnya ramah
“iya tante!  Masa mau ketemu mang udin.” Canda ku. Tante mita tersenyum mendengar sopirnya disebut – sebut “ Senanya ada?”
“ ada! masuk !”
“ sena . . . sen . ada cha – cha! Teriak  tante mitha memanggil anaknya
“ hai, girl. Are you ready?” tanyanya dengan centil
“ apaan sih “  kataku sambil mencubit pinggangnya.
“ tenang aja dia nggak tau kalo aku yang  punya rencana ini, so you calm down, oke!” ujarnya sambil nyengir.
“ dasar  mak lampir !’umpatku
Sena menuntunku ke halaman belakang disusul Rian yang tadi memakirkan mobilnya dulu.
Seseorang  sedang duduk sambil  asyik dengan laptopnya. Aku sedikit enggan untuk menemuinya
“ hai , serius amat ! ngapain sih .”   sapaan sena mengejutkan  cowok itu. Cowok itu  tidak merespon sena.
“Kenalin ini  teman kuliah “ cowok itu  mengangkat kepalanya dari laptop dan meletakkan laptopnya di meja, lalu berdiri dan membalikkan badanya.
“ kian…. “ ucapannya terhenti
 dan  betapa terkegutnya aku begitu cowok itu membalikakan badan dan menyebutkan namanya.     Aku yakin cowok itupun sangat terkejut begitu melihat aku
Wajahku langsung memerah  menahan marah  yang selama ini aku pendam. Tanpa pikir panjang aku balikkan badan dan pulang.
Tak ku hiraukan teriakan sena yang memanggil namaku dengan wajah keheranan melihatku yang tiba – tiba pergi.
Sena mengejarku  sampai di garasi dia menarik tangan ku.
“ kenapa sih ?  kok langsung pergi gitu aja.” Sena menatap wajah ku.penuh selidik “ are you oke?
“ aku nggak oke, “ jawab ku ketus “aku mau pulang.” Aku coba menahan semua perasaan yang ada
“ iya, kalo kamu  nggak suka , jangan gini dong .itu menyinggung perasaannya.” Kata sena” ada apa sih?
 Aku menggeleng “ aku pulang yah! Aku melangkah  pergi
“ cha … cha tunggu dong.” Tak ku hiraukan lagi panggilan Rian dan sena.
Aku ingin pulang dan menumpahkan tangisku diatas bantal.

Dua hari aku  berusaha menghindari sena dan Rian. aku nggak ingin ketemu sena dan Rian yang akan mengajukan banyak pertanyaan atas semua sikapku waktu itu. Teleponnya juga nggak aku angkat.
Kehadiran cowok itu  membuatku membuka kembali kenangan waktu SMA. Kenangan yang membuatku malu, yang membuatku menangis, aku nggak bisa  melupakannya sampai saat ini
Dia, kian cowok yang sangat aku benci. Dia bersama gengnya selalu membuat ulah di sekolah, selalu mempermainkan teman – teman cewek.
Dan suatu hari giliran aku yang di kerjaian kian  bersama gengnya.  Kian bersama gengnya membawaku ketengah lapang  dan mengikatku di tiang bendera. Demi uang  taruhan seratus ribu kian menciumku di depan semua siswa kelas satu dan dua.  Aku nangis minta tolong tapi tak seorangpun berani menolongku dan kerumunan bubar karena datang kepala sekolah. Kepala sekolah melepaskan ikatanku dan aku terjatuh pinsan, sampai aku sakit selama seminggu.
Aku marah bila ingat kejadian itu, aku malu bila mengingat semuanya, malu sama teman – teman sekolah.  Akhinya aku pindah ikut mama di bandung. Walaupun sedih harus meninggalkan nenek yang begitu menyayangiku.
Tapi entah kenapa sampai saat ini hanya wajah itu yang masih aku ingat sampai sekarang. Kadang bermain – main dalam benak ku
“cha….!” Sebuah tepukan di pundak mengagetkan aku, Sena
“Maapin aku yah.” Sena memandang wajahku, wajahnya tergambar penyesalan“ kamu nangis cha …”
Aku menyusut airmata yang tidak terasa keluar. Aku mengangguk. Sena memeluk erat. Mengelus- elus punggungku. Sena menarik napas panjang. Sepertinya ada perasaan bersalah yang mendalam dari hempusan napasnya.
“ Maafkan kakakku yah… “ aku melepaskan pelukan Sena kaget mendengar ucapannya. Aku memandangnya heran
“ apa . . ?”
Sena mengangguk, seperti tau apa yang akan aku ucapkan.
“ Iya Kian kakakku, maafkan kelakuan dia sama kamu yah!” Sena memegang tanganku “ Kian sudah cerita sama aku semuanya.”
Aku hanya diam, tak menjawab, terasa berat untuk menganggukan kepala.
“ Sekarang dia ingin menemuimu. Kamu maukan menemui dia.”
Aku masih diam tak menjawab.
“ cha jawab jangan diam saja,”
Aku tak bisa menjawab karena Kian sudah berjalan kearah ku. Tapi jantungku berdebar kencang.
Sena tak melanjutkan ucapannya, karena kian sudah berda di hadapan kami. Sena pergi meninggalkan kami. Dari pandangan sena , dia terlihat was – was.
Kian memandangku, aku membuang muka untuk menyembunyikan perasaanku
Kian duduk di sampingku. Dan aku berusaha untuk menenangkan diriku.
Kami masih sama – sama diam.
“ cha…” kian diam . kami sam – sama diam.  Kian menarik napas panjang, terasa berat seperti ada beban yang di pikulnya.
“ cha … kamu masih  marah sama aku ?”
Aku diam tak menjawab, aku tak mau memandang wajahnya.
“Maafkan kelakuan aku dulu cha.” kian masih terus memandang ku “ kamu mau kan memaafkan aku ?” seperti mencari jawabanya di mataku.
 aku masih diam, tapi  tiba – tiba air mataku mengalir, aku tak bisa menahan tangisku.
Mendengar  isakku tiba – tiba kian memeluk ku.  Aku berusaha melepaskan pelukannya. Tapi Kian memelukku dengan erat.
“ Cha biarkan aku memelukmu. Biarkan aku memelukmu.” Suara kian seperti  nahan tangis.” Maafkan aku, maafkan aku cha.”
Ya tuhan sepertinya aku luluh mendengar permohonan maafnya
Mulutku seperti terkunci tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.
“Dua tahun aku mencarimu Cha, “
entah kenapa sepertinya rasa marah ku, rasa dendamku  padanya hilang
Kataku tersenggal –senggal  ” Tapi tolong lepaskan aku. Aku nggak bisa napas .”kataku.
“ oh maap !” kian melepaskan pelukannya. Dia sedikit kikuk.
Itu karena aku tak mau kehilangan mu lagi. ini saat yang aku tunggu selama dua tahun untuk meminta maap sama kamu.